UstadzAli Hafid hafizahullah berkata: "Belum pernah ada kubah di atas kamar yang suci (kuburan Nabi). Dahulu di atap masjid yang sejajar dengan kamar ada kayu memanjang setengah ukuran orang untuk membedakan antara kamar dengan sisa atap masjid lainnya. Sulton Qalawun As-Shalihi yang pertama kali membuat kubah di atas kuburan tersebut.
Yahudidan Nashrani begitu mudah menjadikan kuburan nabi atau orang saleh sebagai masjid, kemudian setelah itu, kuburan disembah sebagaimana terjadi pada kaum Nabi Nuh 'alaihissalam. Siapa yang melakukan sebab suatu yang haram maka dia akan jatuh kepada keharaman.
Iniadalah riwayat yang paling sahih dalam mazhab yang berafilisasi pada Ahmad bin Hanbal ini.Sebagian ulama Mazhab Hanbali berpandangan, boleh bila dibangun di atas tanah pribadi, termasuk membuat kubah. Tetapi, sebagian yang lain membuat kubah hukumnya makruh. Salah satu riwayat Imam Ahmad melarang jika dibangun di atas tanah wakaf.
Jawabannyatiada lain adalah karena dalam Islam memang mengharamkan untuk membangun dan membina kuburan. Karena dikuatirkan akan membuka pintu perbuatan syirik.Dan ternyata apa yang dikuatirkan tersebut terbukti sekarang ini,bagaimana sikap orang-orang yang jahil terhadap ilmu agama menjadikan kuburnya para wali,ulama dan orang-orang shalih
MembuatKubah dan Memasang Kain di Batu Nisan Para Wali Allah
JAWAPAN Membuat binaan tanpa sebab di atas kubur yang diwakafkan adalah bida'ah yang dilarang dengan larangan haram seperti membina rumah atas kubur tersebut atau diletakkan simen konkrit atau batu marmal yang besar dan mahal atau lainnya.. Ada pun meletakkan kurungan empat persegi samada yang diperbuat daripada kayu atau lainnya jika bertujuan mengelakkan dari digali oleh haiwan atau
EoXH1f. loading...Para ulama mengatakan bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan tanah wakaf adalah haram kecuali kuburan orang-orang saleh para wali dan imam-imam kaum muslimin. Foto/dok dragonfly Di Indonesia banyak kita temukan pemakaman atau perkuburan dipenuhi bangunan atau keramik. Bagaimana pandangan syariat terhadap hal ini?Menurut Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini dalam tanya jawab akidah Ahlussunnah wal Jamaah sebagaimana dilansir dari alfachriyah mengatakan, me-lepa melekatkan atau menyemen kuburan makruh hukumnya menurut pendapat mayoritas ulama. Imam Abu Hanifah berkata Melepa kuburan itu tidak dimakruhkan, dan dalam agama tidak terdapat dalil keharamannya. Adapun hadis tentang larangan melepa mendirikan bangunan dan duduk di atas kuburan menurut ittifaq ulama itu menunjukkan larangan yang bersifat karahah, bukan apakah menyemen kuburan yang dilakukan di berbagai negara itu hanya untuk mainan? Menyemen kuburan sama sekali bukan untuk mainan dan hiasan. Mereka tidak melakukan untuk itu. Tetapi untuk tujuan-tujuan yang baik dan untuk berbagai kemaslahatan, antara lainTempat itu dapat diketahui sebagai kuburan, sehingga dapat dihidupkan melalui ziarah dan terpelihara dari penghinaan. Mencegah orang-orang menggalinya kembali sebelum jasad mayat hancur. Sebab menggali kuburan sebelum jasad mayat yang ada hancur hukumnya dapat mengumpulkan sanak kerabatnya di sekitarnya, sebagaimana yang disunnahkan. Dalam hadis disebutkanإنه صلى الله عليه و سلم وضع على قبر عثمان بن مظعون صخرة وقال أعلم على قبر أخى لأذفن إليه من مات من أقاربي"Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa shahbihi wa sallam meletakkan batu besar di atas kuburan Utsman bin Mazh'un dan bersabda "Saya memberi tanda di atas kuburan saudara saya, supaya saya dapat mengubur kerabat-kerabat saya yang meninggal dunia." HR Abu Dawud dan al-BaihaqiAdapun mendirikan bangunan di atas kuburan, maka hukumnya ditafsihil. Apabila kuburan itu tanah milik pribadi atau milik orang lain dengan ada izin, maka hukumnya makruh, tidik haram, baik bangunan itu berupa cungkup atau lainnya. Apabila kuburan itu berupa tanah wakaf yang diperuntukkan kuburan atau umum, maka hukum mendirikan bangunan di atas kuburan itu HARAM. Sebab keharamannya adalah menghindari kesulitan penguburan dan terjadinya penyempitan. Sebagian ulama ada yang mengecualikan kuburan orang-orang saleh dan imam-imam kaum muslimin, maka boleh mendirikan bangunan di atas kuburan mereka, sekalipun berada di tanah Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah, Buya Yahya Zainul Ma'arif dalam satu tausiyahnya berpendapat bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan terjadi khilaf besar. Adapun mendirikan bangunan atau menginjak persis di atas kuburan itu tidak ulama mengatakan jika kuburan dikasih tembok itu diharamkan. Namun, ulama ahlussunnah wal jamaah mengatakan yang diharamkan membuat bangunan di atas kuburan yaitu yang haram untuk diinjak. "Yang jelas ini adalah khilaf para ulama. Paling tidak ini masuk bab kemakruhan. Riwayatnya memang dilarang untuk menyemen apalagi di tanah wakaf. Jadi tidak usah dimegah-megahkan, wajar saja. Makanya saya berwasiat semoga panjang umur, kalau saya nanti wafat cukup dibuatkan Nisan dua saja. Itu sebagai tanda bahwa ini loh saya sudah wafat, nanti cukup kasih batu-batu alam saja. Jadi yang wajar saja," kata Buya Yahya. Baca Juga Bagaimana Hukum Duduk di Atas Kuburan? Wallahu A'lamBerikut Tausiyah Buya Yahya terkait hukum bangunan di Atas Kuburan yang disiarkan Al-Bahjah TV melalui Youtube rhs
Web server is down Error code 521 2023-06-15 220543 UTC What happened? The web server is not returning a connection. As a result, the web page is not displaying. What can I do? If you are a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you are the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not responding. Additional troubleshooting information. Cloudflare Ray ID 7d7e1db7b9541cd2 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Ilustrasi membangun kuburan. Foto PixabayMakam merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi orang yang telah meninggal dunia. Umat Muslim disunnahkan untuk merawat makam keluarga maupun saudara sesama Muslim sebagai bentuk penghormatan sekaligus memuliakan hanya membersihkannya dari pohon liar atau rerumputan, banyak umat Muslim yang memaknai anjuran itu untuk merawat makam secara berlebihan. Misalnya dengan membangun makam dan menghiasnya keramik atau mengecat dan menuliskan sesuatu di atas bagaimana sebenarnya hukum membangun makam dalam Islam? Apakah itu diperbolehkan? Simak penjelasan berikut Membangun Makam dalam IslamIlustrasi makam. Foto UnsplashDijelaskan dalam buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, dalam pandangan fiqh, hukum membangun makam dalam Islam bergantung pada tujuannya. Jumhur ulama berpendapat bahwa membangun sesuatu di atas makam, seperti rumah, kubah, masjid, atau dinding yang mencuri perhatian, hukumnya haram jika tanpa tujuan yang jelas, apalagi jika tujuannya untuk hukumnya menjadi makruh jika tidak bertujuan untuk menghias atau mempermegah makam. Misalnya, hanya sekadar untuk membedakannya dengan makam yang lain. Hukum makruh ini berlaku selama makam itu dibangun di atas tanah kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah disebutkan, "Makruh membangun pada kuburan sebuah ruang, kubah, sekolah, masjid, atau tembok, ketika tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan, jika karena tujuan tersebut, maka membangun pada makam dihukumi haram." Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, juz 1, hal. 536Sebaliknya, jika yang dijadikan makam adalah tanah wakaf atau tanah tempat pemakaman umum, maka hukumnya adalah haram dan wajib dibongkar. Pasalnya, bangunan makam tersebut dikhawatirkan dapat mempersempit lahan untuk makam orang makam. Foto UnsplashHukum makruf membangun makam dikecualikan jika mayit adalah orang yang saleh, ulama, atau dikenal sebagai wali. Mengutip buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan oleh PISS-KTB, jika mayit yang dikubur termasuk golongan orang-orang tersebut, maka hukum membuat bangunan di atasnya termasuk qurbah sesuatu yang dinilai ibadahAlasannya karena bangunan tersebut dapat menghidupkan makam untuk diziarahi dan tabarruk mendapatkan berkah. Dalam Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin disebutkan“Makam para ulama boleh dibangun meskipun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah dan mencari berkah. Al-Halabi berkata, Meskipun di lahan umum’, dan dia memfatwakan hal itu.” Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin, juz 2, hal. 137Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum membangun makam adalah haram jika tujuannya tidak jelas dan dibangun di atas tanah milik orang lain, tempat pemakaman umum, atau tanah yang diwakafkan. Namun, jika ada tujuan tertentu, maka hukumnya makruh selama tanah yang digunakan milik boleh membangun kuburan?Apakah boleh memperindah makam?Kenapa kuburan Islam tidak boleh dibangun?
Setiap disebutkan kata kuburan, umumnya yang terlintas dalam benak pikiran adalah rasa takut, khawatir, dan cemas. Perasaan inilah yang oleh sebagian kalangan ingin ditepis dan dihilangkan dengan cara membuat kuburan tampak terlihat ramah dengan dibangun dikijing dan diperindah agar orang yang melewati kuburan menjadi lebih tenang dan tidak takut. Bahkan ada juga yang mengecat kuburan dengan beraneka warna, hingga kuburan yang awalnya menyeramkan, justru dipandang sebagai objek seni yang indah. Lantas bagaimana syariat menyikapi realitas tersebut? Rasulullah pernah bersabda dalam salah satu haditsnya مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ “Tidak aku lihat pemandangan, kecuali kuburanlah yang paling menakutkan” HR. Ahmad. Berdasarkan hadits tersebut, kuburan sejatinya memang dicirikan sebagai tempat yang menyeramkan. Hal ini tak lain ditujukan agar orang yang melihat dan menziarahi kuburan dapat mengambil iktibar dari keadaan orang yang telah meninggal, sehingga ia semakin bertambah ketakwaannya dan semakin mempersiapkan bekal dalam menghadapi kematian. Tidak heran jika Rasulullah melarang membangun kuburan dan memperindahnya dengan diplester. Dalam hadits dijelaskan ﻧﻬﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺠﺼﺺ اﻟﻘﺒﺮ، ﻭﺃﻥ ﻳﻘﻌﺪ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﺃﻥ ﻳﺒﻨﻰ ﻋﻠﻴﻪ» “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang untuk memplester kuburan, duduk di atasnya dan membangun kuburan” HR Muslim. Larangan dalam membangun kuburan jawa mengijing ini oleh para ulama diarahkan pada hukum makruh ketika tidak ada hajat dan jenazah dikuburkan di tanah milik pribadi. Berbeda halnya jika mayit dikuburkan di pemakaman umum, maka hukum membangun kuburan adalah haram dan wajib untuk membongkar bangunan tersebut, sebab akan berdampak pada memonopoli tanah yang sebenarnya digunakan secara umum. Dalam kitab Fath al-Mu’in dijelaskan وكره بناء له أي للقبر أو عليه لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل. ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه. “Makruh membangun kuburan, sebab adanya larangan syara’. Kemakruhan ini ketika tanpa adanya hajat, seperti khawatir dibongkar, dirusak hewan atau diterjang banjir. Hukum makruh membangun kuburan ini ketika mayit di kubur di tanah miliknya sendiri, jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau di kuburkan di tanah wakaf, maka membangun kuburan tersebut hukumnya haram dan wajib dibongkar, sebab kuburan tersebut akan menetap selamanya meski setelah hancurnya mayit, dan akan menyebabkan mempersempit umat muslim tanpa adanya tujuan” Syekh Zainuddin al-Maliabar, Fath al-Mu’in, hal. 219. Di samping itu, kemakruhan membangun kuburan di tanah pribadi ini hanya berlaku ketika tujuan dari membangun bukan untuk menghias tazyin atau mempermegah kuburan. Misal karena bertujuan menandai kuburan satu dengan yang lainnya, atau tidak bertujuan apa-apa, hanya sebatas ingin membangun saja. Jika tujuan dari membangun adalah menghias dan memegahkan kuburan, maka hukum membangun ini meningkat menjadi haram. Seperti yang disampaikan dalam kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah يكره أن يبنى على القبر بيت أو قبة أو مدرسة أو مسجد أو حيطان - إذا لم يقصد بها الزينة والتفاخر وإلا كان ذلك حراما “Makruh membangun pada kuburan sebuah ruang, kubah, sekolah, masjid, atau tembok, ketika tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan, jika karena tujuan tersebut, maka membangun pada makam dihukumi haram” Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, juz 1, hal. 536. Perincian hukum membangun pada kuburan di atas, dikecualikan ketika mayit adalah orang yang shaleh, ulama atau dikenal sebagai wali kekasih Allah, maka boleh makam tersebut diabadikan dengan dibangun agar orang-orang dapat berziarah dan bertabarruk pada makam tersebut. Meskipun makam orang soleh ini berada di pemakaman umum. Dalam Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin ﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻳﺠﻮﺯ ﺑﻨﺎﺅﻫﺎ ﻭﻟﻮ ﺑﻘبﺔ ﻹﺣﻴﺎء اﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﻭاﻟﺘﺒﺮﻙ. ﻗﺎﻝ اﻟﺤﻠﺒﻲ ﻭﻟﻮ ﻓﻲ ﻣﺴﺒﻠﺔ، ﻭﺃﻓﺘﻰ ﺑﻪ “Makam para ulama boleh dibangun meskipun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah dan mencari berkah. Al-Halabi berkata Meskipun di lahan umum”, dan ia memfatwakan hal itu Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin, juz 2, hal. 137. Alasan di balik pelarangan membangun kuburan ini adalah karena dalam membangun kuburan terdapat unsur menghias kuburan atau mempermewah kuburan. Selain itu, menurut Imam al-Qulyubi, membangun kuburan merupakan bentuk menghambur-hamburkan harta tanpa adanya tujuan yang dibenarkan oleh Syara’, seperti disampaikan dalam kitab Hasyiyah Umairah ﻗﺎﻝ اﻷﺋﻤﺔ ﻭﺣﻜﻤﺔ اﻟﻨﻬﻲ اﻟﺘﺰﻳﻴﻦ ﺃﻗﻮﻝ ﻭﺇﺿﺎﻋﺔ اﻟﻤﺎﻝ ﻟﻐﻴﺮ ﻏﺮﺽ ﺷﺮﻋﻲ “Para ulama berkata, Hikmah alasan larangan membangun kuburan adalah menghias.’ Saya Umairah katakana, Juga karena menghamburkan harta tanpa tujuan yang dibenarkan syari’at’,” Ahmad al-Barlasi al-Umairah, Hasyiyah Umairah, juz 1, hal. 441. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membangun kuburan mengijing hukum asalnya adalah makruh ketika dibangun di tanah pribadi, selama tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan kuburan. Sedangkan jika kuburan berada di tanah milik umum, maka hukum membangunnya adalah haram dan wajib untuk dibongkar. Perincian hukum ini, dikecualikan ketika makam tersebut adalah makam ulama atau orang yang saleh, maka boleh dan tidak makruh membangun makam tersebut agar dapat diziarahi oleh khalayak umum. Setelah mengetahui perincian hukum tersebut, alangkah baiknya tatkala kita melihat salah satu makam keluarga kita yang berada di pemakaman umum bukan tanah pribadi dan masih saja di bangun dikijing, agar secara sukarela membongkarnya demi kemaslahatan bersama. Sebab pemakaman umum berlaku untuk masyarakat secara umum, bukan monopoli perseorangan, apalagi sampai mengurangi kapasitas pemakaman masyarakat setempat karena banyaknya kuburan yang dibangun. Namun dalam penerapan hal demikian pada kuburan orang lain yang bukan keluarga kita, alangkah baiknya jika hukum demikian disampaikan secara santun dan bijaksana, sebab hal ini merupakan persoalan yang sensitif. Apabila dirasa ketika hukum demikian disampaikan kepada orang lain dan diyakini menyebabkan perpecahan dan kemudaratan yang lebih besar daripada maslahat yang ada, maka lebih baik tidak disampaikan, dengan tetap berusaha mengupayakan cara yang lebih baik. Wallahu a’lam. Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Teks Jawaban Sejarah Kubah Hijau Kubah yang ada di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, dahulu tidak ada hingga abad ketujuh. Yang pertama kali membangunnya adalah Sultan Qalawun. Dahulu berwarna kayu, kemudian berwarna putih, biru dan hijau. Dan warna hijau yang berlanjut hingga sekarang. Ustadz Ali Hafid hafizahullah berkata “Belum pernah ada kubah di atas kamar yang suci kuburan Nabi. Dahulu di atap masjid yang sejajar dengan kamar ada kayu memanjang setengah ukuran orang untuk membedakan antara kamar dengan sisa atap masjid lainnya. Sulton Qalawun As-Shalihi yang pertama kali membuat kubah di atas kuburan tersebut. Dikerjakan pada tahun 678 H, berbentuk empat persegi panjang dari sisi bawah, sedangkan atasnya berbentuk delapan persegi dilapisi dengan kayu. Didirikan di atas tiang-tiang yang mengelilingi kamar, dikuatkan dengan papan dari kayu, lalu dikuatkan lagi dengan tembaga, dan ditaruh di atas kayu dengan kayu lain. Kubah tersebut diperbarui pada zaman An-Nasir Hasan bin Muhammad Qalawun, kemudian papan yang ada tembaganya retak. Lalu diperbarui dan dikuatkan lagi pada masa Al-Asyraf Sya’ban bin Husain bin Muhammad tahun, 765 H. Akan tetapi ada kerusakan, dan diperbaiki pada zaman Sultan Qaytabai tahun 881 H. Rumah dan kubah terbakar pada waktu kebakaran Masjid Nabawi tahun 886 H. Pada zaman Sultan Qaytabai tahun 887 H, kubahnya diperbarui. Dan dibuat pondasi yang kuat di tanah Masjid Nabawi, dibangun dengan kayu dengan puncak ketinggian. Setelah kubah selesai seperti yang telah dijelaskan, ternyata bagian atasnya koyak kembali. Ketika merasa tidak mungkin lagi dipugar, Sultan Fayyabi memerintahkan untuk menghancurkan bagian atasnya. Lalu diulangi lagi pembangunannya lebih kuat dengan semen putih. Dan selesai dengan kokoh dan kuat pada tahun 892 H. Pada tahun 1253 H Sultan Abdul Hamid Al-Utsmani mengeluarkan perintah untuk mengecat kubah dengan warna hijau. Beliaulah yang pertama kali mengecat kubah dengan warna hijau. Kemudian cat tersebut terus menerus diperbarui setiap kali dibutuhkan, sampai hari ini. Dinamakan kubah hijau setelah dicat hijau. Dahulu dikenal dengan Kubah Putih, Fayha dan Kubah Biru.” Fushul Min Tarikh Al-Madinah Al-Munawwarah, Ali Hafiz, hal. 127-128 Kedua Hukumnya Para ulama peneliti -dahulu dan sekarang- telah mengingkari bangunan kubah dan pengecatannya. Semua itu karena mereka mengetahui bahwa pengingkaran tersebut dapat mencegah peluang yang banyak yang mengkhawatirkan lahirnya tindakan kesyirikan. Di antara ulama-ulama tersebut adalah; 1. Imam Ash-Shan’any rahimahullah dalam kitab Tathirul I’tiqadat’, berkata, 'Kalau anda katakan, bahwa pada kuburan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam telah dibangun kubah yang agung dengan biaya yang sangat besar, maka saya katakan, ini merupakan kebodohan besar tentang hakikat sebuah keadaan. Sesungguhnya kubah tersebut tidak dibangun oleh beliau Nabi sallallahu alaihi wa sallam, para shahabat, para tabiin, para tabiit tabi’in, tidak juga para ulama umat dan pemimpin agamanya. Akan tetapi kubah yang dibangun di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tersebut adalah bangunan yang didirikan salah seorang raja Mesir terakhir yaitu Qalawun As-Salihi yang dikenal dengan Raja Al-Mansur pada tahun 678 H. Disebutkan dalam kitab Tahqiq An-Nushrah Bitalkhis Ma’alim Dar Al-Hijrah’, 'Ini adalah urusan pemerintah, tidak ada kaitannya dengan dalil.' 2. Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya “Ada orang yang berhujjah berargumen bahwa adanya bangunan kubah hijau di atas kuburan yang mulia di Masjid Nabawi menunjukkan dibolehkannya membangun kubah di atas kuburan-kuburan lain seperti orang-orang shaleh dan lainnya. Apakah hujjah ini dibenarkan atau bagaimana cara menyangkalnya?. Mereka menjawab “Hujjah argumen orang yang membolehkan membangun kubah di atas kuburan orang saleh yang telah wafat, dengan adanya kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidaklah benar. Karena tindakan mereka yang membangun kubah di atas kuburannya sallallahu’alaihi wa sallam merupakan perbuatan haram dan pelakunya berdosa, karena menyalahi riwayat dari Abi Al-Hayyaj Al-Asadi yang berkata, 'Ali bin Abi Tholib radhiallahu anhu berkata kepadaku ”Mari aku utus engkau sebagaimana Rasulullah sallallahu alahi wa sallam mengutusku; Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan jangan biarkan kuburan tinggi kecuali engkau ratakan." Dari Jabir radhiallahu anhu, dia berkata نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيهِ ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيهِ رواهما مسلم "Nabi sallallahu’alaihi wa sallam melarang kuburan ditembok, diduduki dan dibangun di atasnya." HR. Muslim Maka tidak sah seseorang berhujjah dengan prilaku sebagian orang yang diharamkan dengan melakukan prilaku yang sama yang diharamkan juga. Karena tidak dibolehkan menyalahi sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dengan bersandar perkataan atau perbuatan seorang pun. Karena beliau sallallahu’alaihi wasallam sebagai penyampai dari Allah Subhanahu wata’ala yang wajib ditaati dan tidak boleh menyalahi perintahnya. Berdasarkan firman Allah Azza wa jalla وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا سورة الحشر 7 “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” QS. Al-Hasyr 7 Dan ayat-ayat lain yang memerintahkan taat kepada Allah dan kepada RasulNya. Di samping itu, karena membangun kuburan dan menjadikan kubah di atasnya merupakan salah satu sarana kesyirikan terhadap penghuninya, maka pintu ke arah sana harus ditutup sebagai antisipasi mencegah perbuatan syirik.’ Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Qa’ud Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/83-84 3. Para ulama’ Al-Lajnah ad-Daimah mengomentari juga ”Berdirinya kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alahi wasallam bukan sebagai hujjah bagi yang mecari dalil untuk itu dalam membangun kubah di atas kuburan para wali dan orang-orang shaleh. Karena adanya kubah di atas kuburannya, bukan atas wasiat dari beliau sallallahu’alaihi wa sallam, juga bukan prilaku para shahabat radhiallahu’anhum, bukan juga para tabiin, juga bukan perbuatan seorang pun dari para imam yang mendapatkan petunjuk di abad-abad permulaan yang disaksikan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sebagai generasi terbaik. Sssungguhnya hal itu merupakan prilaku ahli bid’ah. Telah menjadi ketetapan Nabi sallallahu’alahi wa sallam dalam sabdanya “Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama kami yang tidak ada ajarannya maka ia tertolak.” Begitu pula telah ada ketetapan dari Ali radhiallahu anhu bahwa beliau berkata kepada Abu Al-hayyaj ”Mari aku utus engkau sebagaimana Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam mengutusku; Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan jangan ada kuburan tinggi kecuali engkau telah ratakan.” HR. Muslim Tidak ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam membangun kubah di atas kuburannya, juga tidak ada ketetapan dari para imam yang terbaik. Justeru ketetapan yang ada adalah membatalkan akan hal itu. maka selayaknya seorang muslim tidak tergantung dengan apa yang dibuat-buat oleh ahli bid’ah dengan membangun kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam.” Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Gudayyan, Syekh Abdullah Qa’ud. Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 2/264, 265 4. Syekh Syamsuddin Al-Afghany rahimahullah berkata ”Al-Allamah Al-Khojnadi 1379 H berkata dalam menjelaskan sejarah pembangunan kubah hijau yang dibangun di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, 'Setelah diteliti, dia adalah bid’ah yang dilakukan melalui tangan-tangan sebagian penguasa yang tidak paham dan keliru yang jelas-jelas menyalahi hadits shahih muhkam yang jelas mengandung hukum dan jelas. Karena ketidak tahuan tentang sunnah serta sikap berlebih-lebihan dan mengikuti orang Kristen yang sesat dan bingung. Ketahuilah, bahwa hingga tahun 678 H, kubah di atas kamar nabi yang di dalamnya ada kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah ada. Akan tetapi, hal tersebut baru dibangun oleh Raja Ad-Zahir Al-Mansur Qalawun As-Sholihi pada tahun itu 678 H. Maka dibangunlah kubah itu. Saya katakan ”Sesungguhnya dia melakukan hal itu karena melihat di Mesir dan Syam hiasan pada gereja orang Kristen. Maka dia menirunya karena tidak tahu terhadap perintah Nabi sallallahu’alahi wa sallam dan sunnah-sunnahnya. Sebagaimana Al-Walid menirunya dalam menghias masjid. Maka berhati-hatilah. Wafa AL-Wafa. Tidak diragukan lagi bahwa prilaku Qalawun ini –dengan tegas menyalahi hadits shahih dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Akan tetapi kebodohan adalah bencana yang besar. Dan berlebih-lebihan dalam mencintai dan mengagumkan adalah bencana yang mengerikan. Meniru orang-orang asing non Islam adalah penyakit yang memusnahkan. Maka kami berlindung kepada Allah dari kebodohan, berlebih-lebihan dan dari meniru orang-orang asing.” Juhud Ulama’ Al-Hanafiyah Fi Ibtol Aqoidil AL-Quburiyyah, 3/1660-1662 Ketiga Sebab Tidak Dihancurkannya. Para ulama menerangkan hukum agama terkait membangun kubah. Pengaruh dari perbuatan bid’ah ini sangat jelas bagi para pelaku bid’ah, mereka menjadi sangat tergantung dengan bangunan tersebut, baik bentuk maupun warnanya. Pujian dan penghormatan mereka telah banyak melahirkan nazam syair maupun natsar prosa. Untuk mengatasi hal ini yang ada tingal realisasi dari pemerintah, dan ini bukan pekerjaan para ulama. Boleh jadi, penghalang bangunan tersebut tidak dihancurkan adalah agar tidak terjadi fitnah, dan khawatir terjadi kekacauan di kalangan awam karena ketidaktahuan mereka. Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa kalangan awam di tengah masyarakat dapat sampai pada tindakan pengagungan terhadap kubah tersebut tak lain karena ajaran dan arahan para ulama sesat dan para pemimpin bid’ah. Mereka inilah yang membuat kekacauan terhadap dua negeri yang suci Mekkah dan Madinah serta terhadap aqidah dan manhajnya. Karena telah banyak sekali prilaku yang sesuai dengan agama di kami yang menyalahi bid’ah mereka. Yang jelas, hukum agama telah tampak dengan jelas. Tidak dihancurkannya kubah tersebut bukan berarti dibolehkan membangunnya, baik di situ maupun di kuburan manapun. Syekh Shaleh Al-Ushaimi hafizahullah berkata “Sesungguhnya berdirinya kubah tersebut selama delapan abad, bukan berarti dia dibolehkan. Juga bukan berarti jika didiamkan bermakna setuju atau dalil membolehkan. Seharusnya penguasa umat Islam menghilangkannya, dan mengembalikan kondisinya seperti waktu kenabian, yaitu dengan menghilangkan kubah, hiasan dan dekorasi dalam masjid. Terutama pada Masjid Nabawi, jika hal itu tidak berdampak fitnah yang lebih besar. Akan tetapi, jika berdampak fitnah lebih besar, maka penguasa harus berhati-hati disertai keinginan kuat untuk menghancurkannya jika memungkinkan. Bida Al-Qubur, Anwa’uha Wa ahkamuha, Wallahu’alam .
membangun kubah diatas kuburan adalah haram ini keyakinan kaum